Oleh :
DIYAH DEVIYANTI
STMIK PONTIANAK
2011
Akhir-akhir ini, tengah
ramai deperbincangkan masalah pencucian otak, khususnya di kalangan mahasiswa.
Pencucian otak yang terjadi akhir-akhir ini ramai diisukan sebagai gerakan dari
sempalan NII KW 9, dikatakan sempalan karena memang gerakan ini bukan gerakan
yang resmi bernaung di bawah NII KW9, namun hanya mengatasnamakan saja.
Perekrutan ini pun sudah banyak meresahkan masyarakat, khususnya para orang tua
mahasiswa.
Bagaimana tidak,
mahasiswa yang sudah direkrut biasanya akan dibawa ke suatu tempat yang tidak
diketahui lokasinya dan para korbanpun diminta untuk menyerahkan uang kepada
"pencuci otak" nya dengan dalih untuk pengembangan Negara Islam atau
untuk jihad. Karena status mereka adalah mahasiswa yang notabene belum
berpenghasilan, maka mereka diminta untuk berbohong kepada orang tua mereka
untuk meminta uang, entah dengan dalih untuk membayar uang kuliah, ataupun
untuk mengganti laptop temannya yang hilang.
Jika ditelusuri lebih
lanjut, fenomena ini ternyata memang beroperasi di kalangan mahasiswa saja.
Gerakan ini menyusup ke dalam kampus melalui lembaga-lembaga dakwah yang ada di
kampus untuk kemudian merekrut anggota dari dalamnya. Umumnya, target mereka
adalah mahasiswa-mahasiswa fakultas umum yang tidak terlalu paham akan ajaran
agama Islam yang sebenarnya. Dan jika mereka sudah berhasil merekrut satu orang
atau dua orang, maka akan memudahkan jalan mereka untuk mengembangkan
jaringannya di kampus tersebut. Orang tersebut akan merekrut kawan dan
saudara-saudara dekatnya, dan dari situlah gerakan tersebut meluas.
Hal ini tentu saja
menjadi sebuah ironi. Di tengah keinginan para mahasiswa untuk lebih mendalami
Islam, justru ada orang yang memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyesatkan
pemikiran dan pemahaman mereka. Tentu saja para mahasiswa yang menjadi korban
itu pada awalnya ingin mengenal Islam, namun dengan kelihaian dan kecerdikan
mereka memutar balikkan fakta dan realita, mereka dapat mencuci otak para
korbannya tersebut.
Di sini, peran lembaga
dakwah kampus pun dipertanyakan. Tidak ada yang mengharapkan bahwa akan timbul
dari dalam lembaga dakwah tersebut sebuah anggota sempalan yang merugikan
mahasiswa. Terlihat di sini ada kelengahan dari mereka untuk mengantisipasi
hal-hal semacam ini. Mungkin memang sulit, apalagi di tengah mahasiswa yang
ribuan jumlahnya, tapi tentu saja hal ini menjadi sebuah ironi ketika ada satu
orang saja yang berhasil menyelinap masuk dan mempengaruhi mahasiswa lain. Hal
ini perlu dicatat dan diperhatikan secara seksama, agar lembaga-lembaga dakwah
yang ada di kampus lebih awas dan berhati-hati terhadap anggotanya yang
mencurigakan.
Selain itu, pihak
kampus pun harus lebih hati-hati dalam memantau keberadaan orang-orang yang
mencurigakan di kampusnya. Tak bisa dipungkiri, di kampus yang mahasiswanya
berjumlah puluhan ribu tentu saja akan sangat sulit untuk mengantisipasi hal
tersebut, namun dengan pengawasan yang lebih intens disertai dengan kerjasama
dengan pihak orang tua, maka fenomena ini dapat diminimalisir. Di sini,
langkah-langkah yang sudah ditempuh pihak kampus sejauh ini sudah tepat.
Satu hal lagi yang
turut jadi perhatian penulis, kurangnya pemahaman mahasiswa akan hakekat Islam.
Inilah yang setidaknya perlu ditanamkan secara mendalam di diri tiap mahasiswa.
Banyak mahasiswa kita yang belum begitu paham akan hakekat Islam.
Dengan tabiat mahasiswa
yang curiositynya begitu tinggi, wajar saja jika kemudian mereka beralih ke
orang-orang yang mereka anggap paham agama, sekalipun orang-orang tersebut pada
kenyataannya menyesatkan mereka. Hal ini memang menjadi tantangan tersendiri
bagi umat Islam saat ini, mampukah pemahaman agama ini disebarkan kepada
masyarakat luas, sehingga pengaruh-pengaruh sesat seperti ini dapat
diminimalisir.
Lembaga dakwah kampus
di sini dapat kembali mengambil peranan. Dilihat dari namanya, jelas tugas
utama mereka adalah berdakwah di kampus. Gerakan dakwah mereka pun bisa
bermacam, antara lain dengan dakwah verbal, maupun dengan perbuatan. Di sini,
jangkauan mereka tentu saja harus mencakup seluruh mahasiswa, tidak hanya para
anggota saja. Mereka mungkin dapat menyebarkan suatu buletin atau
artikel-artikel tentang Islam, sehingga para mahasiswa dapat mengetahui dan
mengenal Islam lebih dalam.
Selain itu, pihak
kampus dapat lebih mengambil peran dalam pemahaman Islam lebih dalam kepada
para mahasiswanya. Hal ini mungkin dapat ditindaklanjuti dengan penambahan
beberapa mata kuliah keislaman ke dalam kurikulumnya. Selain itu, pihak kampus
dapat mewajibkan ujian agama atau sejenisnya dalam ujian masuknya, sehingga
para mahasiswapun terdorong untuk memahami agamanya lebih dalam.
Terlepas dari itu
semua, masih banyak tantangan-tantangan yang perlu dihadapi oleh umat Islam.
Fenomena pencucian otak ini tentu saja menjadi suatu keprihatinan tersendiri.
Diperlukan langkah-langkah konkrit agar fenomena ini dapat di atasi. Dan tentu
saja, dibutuhkan peran semua pihak agar hal ini dapat diatasi.
Cuci otak dinilai lebih
berbahaya dari terror bom. Pasalnya, bila bom hanya melukai atau paling berat
mematikan, cuci otak akan merusak sebuah generasi dan diwariskan ke generasi
berikutnya. Ironisnya, polisi hingga kini belum bisa mengungkap dan
‘membersihkan’ jaringan pencuci otak ini (Jatim Hamy Wahjunianto, Ketua
DPW PKS, Minggu 24/4/2011).
Para pencuci otak ini
selalu memakai varian-varian baru untuk mendekati calon korbannya. Namun modus
yang digunakan setelah korban merasa tertarik dari tahun ke tahun selalu sama.
Sekadar diketahui, NII memiliki struktur seperti sebuah negara, yang anggotanya
juga memiliki jabatan mulai ketua RT, lurah, camat, hingga presiden.
Kelompok-kelompok yang
gemar melakukan pencucian otak kini semakin lihai beraksi. Tidak hanya melalui
pertemuan langsung atau face to face, kelompok itu juga mencari target melalui
jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter(Crisis Center Sukanto,
Ketua Tim Rehabilitasi NII, Rabu 13/4/2011).
NII masuk bagaikan
virus yang menyebar dari satu komputer ke komputer yang lain. Begitu cepat dan
bahkan sulit untuk dideteksi. Salah satu sasarannya adalah para pemuda.
Para pemuda masih
memiliki semangat yang berapi-api. Semangat mereka kadang bahkan lebih besar
dari kekuatan fisik mereka. Biasanya pula banyak pemuda yang masih belum
selesai dengan masa puber mereka. Masih banyak pemuda yang belum menemukan jati
diri mereka sendiri. Inilah yang menjadi sasaran empuk NII. Tambah lagi dia
adalah mahasiswa yang sedang jauh dari orang tua. Sasaran seperti inilah yang
sering dicari para pencuci otak.
Mahasiswa masih
memiliki semangat yang besar. Banyak dari mereka yang baru mulai belajar
mandiri. Banyak pula yang sedang bersemangat mencari teman baru ataupun ilmu
baru. Nah, celah di sinilah yang dimanfaatkan NII.
Seperti halnya di
kampus, banyak mahasiswa yang ingin lebih dalam mempelajari ilmu agama. Namun
oleh NII, keinginan kuat mereka dibelokkan. Sayang sekali. Keinginan mulia para
mahasiswa ini dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak baik. Selain itu yang
menjadi sasaran NII juga termasuk mahasiswa yang tertutup. Istilah populernya
adalah mahasiswa Kupu-kupu, Kuliah pulang, kuliah pulang.
Seperti halnya sebuah
komputer, untuk menangkal virus yang masuk, komputer tersebut harus dibekali
dengan antivirus. Begitu pula pada diri kita. Kita harus sesegera mungkin
meng-install antivirus untuk mencegah NII menyusup dalam pikiran kita. Ada
banyak opsi antivirus yang ada. Namun, akan lebih terasa aman jika kita
mencobanya semua.
Antivirus yang pertama
bernama komunitas. Mayoritas yang menjadi sasaran NII adalah mahasiswa yang
tertutup atau mahasiswa yang masih dalam status mencari teman. Dengan berada
dalam sebuah komunitas, kita akan lebih aman dari jeratan NII. Apabila bingung
memilih komunitas, ikut saja Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) resmi yang terdaftar
di kampus. Karena tak jarang NII pun juga akan membentuk sebuah komunitas.
Antivirus kedua adalah
perhatian. Seperti halnya pada antivirus pertama, NII juga banyak menyerang
mahasiswa yang kurang perhatiannya. Antivirus ini menjadi fokus untuk orang tua
agar memperhatikan anaknya, juga komunitas-komunitas tadi terhadap anggotanya.
Antivirus ketiga adalah
buku. Mahasiswa yang haus akan pengetahuan baru juga menjadi sasaran utama NII.
Beberapa kasus menggunakan modus diskusi. Calon korban diajak diskusi mengenai
jihad, negara, dan Islam. Namun sejatinya NII banyak membelokkan
istilah-istilah tersebut. Bagi mahasiswa yang kurang bacaannya, ini menjadi
ancaman besar. Karena apabila kita telah kalah argumentasi,
argumentasi-argumentasi dari NII akan semakin mudah kita terima. Oleh karena
itu, perbanyak referensi bacaan kita.
Antivirus keempat
adalah iman. Setiap agama pasti mengajarkan hubungan baik kepada setiap
manusia. Jangan lupa untuk senantiasa memperdalam pengetahuan tentang agama
kita. Terutama agama Islam. Karena dari banyak kasus, mayoritas yang menjadi
korban adalah seorang muslim. Tidak usah takut untuk bertanya tentang
pengetahuan keagamaan. Karena itu bisa menjadi senjata kita untuk melawan
argumentasi dari NII.
Dan yang terakhir
adalah penyeleksian bagi para pengguna internet. Sebaiknya pengguna internet
atau jejaring sosial seperti facebook, twitter, dll menyaring terlebih dahulu
teman-teman baru. Apalagi jika mendadak 'didekati' oleh seseorang yang tidak
dikenalnya. Kalau tiba-tiba ada yang intens mendekati, mengajak ngobrol lewat
jejaring sosial, sebaiknya waspada atau abaikan saja.
NII bisa datang kapan
pun dan dari arah mana pun. Segera perkuat diri kita dengan antivirus yang
menjadi andalan kita. Kepada para orangtua diharapkan untuk tidak melepas perhatian
kepada anaknya. Namun jangan pula terlalu over defensif karena bagaimanapun
juga status mereka juga mahasiswa dan sudah ingin dianggap dewasa. Mereka akan
merasa tidak nyaman jika perhatian yang diberikan berlebihan.
Untuk menghambat
penyebaran virus ini kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan pemerintah.
Mari bergerak bersama untuk membuat Indonesia yang lebih damai.
Daftar Pustaka
Url
: 1. http://kampus.okezone.com/read/2011/05/06/367/454017/menginstall-antivirus-nii
2. http://www.detikinet.com/read/2011/04/13/140539/1615491/398/awas-pencuci-otak-juga- berkeliaran-di-fb-dan-twitter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar