Selasa, 10 April 2012

My Diary


Penulis : Diyah Deviyanti

Ini cerita dimulai sejak aku masuk kuliah. Dengan penampilan yang sederhana namun memberanikan diri menyimpan rasa untuk seseorang yang bisa dikatakan sempurna. Yah, aku lebih suka sederhana dan begitupun dia. Namun kecerdasan dan keramahan membuatnya begitu banyak disenangi perempuan. Sedangkan aku, aku bukan merasa sombong namun karena ini memang sifatku yang tidak bisa terlalu ramah kepada semua orang.
Pertama kali aku melihatnya diparkiran, dengan kemeja yang rapi dan tersenyum padaku. Wah, hatiku seperti keluar lope-lope(lebay ya)hehe. Entah apakah karena umurku yang masih muda jadi bisa langsung jatuh cinta pada pandangan pertama atau karena memang ada ikatan batin dengannya(ini mah gr). Tapi anehnya, ketika aku merasa jatuh cinta padanya aku bahkan tidak tahu apa yang dinamakan cinta. Yang kurasa hanya senang ketika bisa melihatnya apalagi jika dia tersenyum manis kepadaku, jantungku bergetar seolah memompa darah jutaan liter perdetiknya. Ditambah lagi dengan sikapnya yang begitu sopan dan kecerdasannya terhadap ilmu kedokteran.

Bagaimana bisa aku membuang rasa ini, lima tahun bersamanya. Dari awal hingga keluar dari Universitas ini, aku selalu satu kelas dengannya. Lima tahun juga aku melihat perubahannya, dari hari ke hari hingga tahun ke tahun yang membuatnya mendekati kata sempurna. “Hei hei, lagi nulis apa kamu Ya ?” suara dan tepukan dipundak yang mengguyarkan aku. Langsung cepat-cepat aku menutup diary kesayangan yang tidak ada satupun orang tahu akan isi didalamnya bahkan Dera sendiri yang merupakan sahabat sejak aku SMA hingga sekarang yang masih tetap bersama di rumah sakit yang sama. “Akh, rahasia dunk ya. Kenapa, datang tiba-tiba kayak tuyul akh kamu Ra” sambutku setelah mengunci diary dan memasukkanya kedalam tas. “Lapar Ya, makan yuk. Udah jam 09.00 malam ini tapi kita belum makan. Inilah aku malas kalau piket malam-malam kayak gini” lanjut Dera sambil menarik tanganku.
***
Hari ini, hari pertama ospek. Wah, aku satu kelompok dengannya. Hmm, sepertinya jodoh ya. Satu kelas dan sekarang malah satu kelompok dengannya, yang hanya beranggotaku lima orang, pikirku dalam hati. Alhasil, akupun begitu semangat mengikuti kegiatan ospek ini. “Kamu Yaya ?” tanya sesosok lelaki sambil tersenyum kepadaku. Waah rasanya disekeliling jadi bunga semua, dan hanya ada aku dan dia. Lamunanku tergoyah ketika dia menepuk pundakku dan bertanya sekali lagi. “Oh iya iya aku Yaya, kita satu kelompokkan ?” tanyaku karena gak mau tahu mau ngomong apa lagi. “Iya, kenalin aku Ivan dan sepertinya kita satu kelas juga ya ?” waduh kok dia tahu itu juga, mungkinkah dia juga memperhatikanku seperti aku yang selalu ingin tahu tentangnya. Hmm, aku gr lagi ini, keluar kalimat dikepalaku. “Iya, Yaya.” Jawabku karena benar-benar pusing tujuh keliling memikirkan mau ngomong apa sambil membalas jabatan tangannya.
Kegiatan ospek telah usai dan hari-hariku kini selalu ceria walaupun hanya sebatas mencintainya dan melihatnya dari jauh. Aku tidak ada keberanian untuk mengungkapkan semua itu kepadanya karena aku seorang perempuan dan aku percaya jika dia juga mencintaiku suatu saat dia pasti akan mengatakannya kepadaku. Namun, tetap saja aku memberanikan diri untuk terus memperluas taman indah dihatiku yang hanya ada cerita aku dan dia.
Hanya ada dua kesamaan kami berdua, itu saja yang kuketahui. Yaitu kesederhanaan dan semangat untuk menjadi seorang dokter profesional dengan terus belajar, hingga jika bukan IPK dia yang tertinggi dikelas pasti aku. Tapi, dia tidak pernah memperlihatkan sedikitpun bahwa aku saingannya. Sedangkan aku pasti tidak, karena biasanya juga aku selalu berdiskusi dengannya. Dan hingga saat ini menjelang wisuda, aku tidak tahu hubungan aku denganya. Gimana bisa aku menyimpulkan, selama kami kuliah lima tahun ini. Aku bisa dikatakan begitu akrab dengannya selain dengan Dera sahabatku satu-satunya yang juga tahu aku mencintai Ivan. Dan Ivan sendiri selama ini juga sepertinya tidak ada seorangpun gadis yang begitu dekat denganya selain aku meskipun banyak sekali yang mengejarnya. Ada perbedaan perlakuannya denganku di antara semua gadis yang kenal dengannya. Namun tidak ada kata yang mengikat bahwa aku pacaran dengannya atau apapun itu.
Hingga waktu wisuda dan begitu besar harapanku untuk mendengarkan dia mengucapkan mungkin hanya sekadar “I LOVE U”, namun kekecewaan yang begitu mendalam karena harapan tidak sesuai kenyataan. Bahkan di hari yang bahagia ini, dia tidak datang dan hanya menitipkan suratnya kepadaku. Membuatku hari ini menangis bukan karena terharu namun karena aku terlalu sedih bahkan disaat yang semestinya aku berbahagia. Kamu jahat, aku benci kamu, pikirku dalam hati. Kucoba menelpon dan sms namun nomor handphonenya sudah tidak aktif. Kubuka semua akun, ym, twitter, facebook, google+ dan bahkan blognya yang juga banyak tulisanku disana, semua sudah tidak ditemukan. Kamu kenapa, berjuta pertanyaan dikepalaku yang hampir saja membuat aku pingsan.
Hari ini, pas tepat ulang tahunku ke 21 namun aku kehilangan cintaku. Selama ini aku sudah cukup bersyukur bisa bersamanya meski tidak ada status yang jelas tapi kenapa akhirnya seperti ini. Cinta pertamaku harus mengerikan seperti ini. Mama, Papa, Kakak, dan Dera heran melihat isak tangisku yang begitu lama dan akhirnya menghiburku setelah aku berusaha menceritakan semuanya dengan tersedu-sedu. “Udah sayang, hari ini hari kebahagiaan adek dan kita semua. Jangan membuang air mata yang sia-sia hanya untuk satu orang. Disini masih ada kakak, mama, papa, dan sahabat adek Dera” bisik kakakku sambil memelukku dengan erat. Dan mama papa menambahkan “Iya, adek bintang bagi keluarga kita jadi tidak boleh gelap hanya karena kunang-kunang telah pergi jauh kebumi”.
***
Sambil berjalan dilobi, “Ya, aku dapat info tentang Ivan lho. Katanya dia sekarang dirumah sakit apa ya, lupa Aku. Yang pasti sekarang dia ada di Bandung”. “Oh gitu ya”, balasku gak semangat. “Kenapa gak semangat gitu sih Ya” sambung Dera dengan muka memprihatinkan melihatku. “Aku lapar nih, cepat yuk” balasku sambil tersenyum manja kepadanya.
Menikmati mie ayam diterangi bintang yang membuat nuansa malam ini begitu indah meskipun hanya makan ditemani seorang sahabat dan bukan kekasih yang telah lama aku harapkan. “Ya, kamu kenapa kayak gak suka dengar kabar tentang Ivan ? Bukannya dari dulu kamu selalu mencari tahu tentangnya setelah kepergiaanya waktu itu ?” sambung Dera yang omongannya terputus dilobi karena aku berjalan cepat dan diam seribu bahasa. “Der, cukup tiga tahun aku hidup mengharapkan sesuatu yang dari 100 persen, hanya 1 persen kemungkinan untuk menjadi nyata. Sekarang umurku udah 24 tahun, saatnya aku harus memilih jalan hidupku dan melupakan masa lalu yang terus membuatku merasa menjadi seperti orang gila. Cukup diary itu yang menjadi saksi dimana aku menuangkan semua tentangnya dan dunia nyataku sudah berubah semenjak kemarin karena saat itu tepat aku menjadi 24 tahun. Kamu sekarang udah tunangan dan tinggal menunggu hari H sedangkan aku gak jelas akan dengan siapa” jawabku dengan ceramahan panjang kebar dan menghentikan makanku. Dengan tersenyum dan pelukan hangat seorang sahabat yang cepat bereaksi ketika aku meneteskan air mata saat kalimatku habis dan berkata dengan lembut “Aku gak bermaksud buat kamu sedih, aku hanya melihat harapan disini Ya dan aku ingin kamu bahagia. Gimana aku bisa nikah sementara sahabat aku sendiri masih belum bangkit dari bayangan masa lalunnya”. Akupun menangis lagi untuk kesekian kalinya.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi yang panggilannya dari rumah sakit. “Kenapa ya ?, padahal waktu kita istirahat masih setengah jam lagi” tanyaku kepada Dera yang agak terkejut. “Udah angkat aja” lanjut Dera. “Halo, ada apa ?” tanyaku. “Dokter Yaya, Dokter Yaya ma Dokter Dera sekarang dimana ? Langsung ke UGD sekarang, ada pasien kecelakaan” terdengar suara dokter Ilham yang merupakan kepala rumah sakit. “Iya Dokter, saya dan Dera kesana sekarang” sambungku dan langsung pergi setelah Dera membayarkan tagihan makanan kami. Setelah sampai diruang UGD, aku langsung disuruh mengoperasi kaki pasien karena didalamnya ada yang retak. Waktu 2 jam terasa begitu cepat dan akhirnya tugasku selesai, aku langsung keluar dengan membawa beberapa alat operasi yang telah dipakai.
Kakiku belum sampai kepintu tiba-tiba terdengar suara memanggilku “Yaya”, haaah suara itu. Suara yang tidak asing bagiku. Suara yang lama ku nantikan, namun tidak aku indahkan karena mungkin itu hanya halusinasiku saja.
Tepat pukul  01.01 a.m, tiba-tiba ruanganku terbuka dan terlihat sesosok pria dengan kursi roda mendatangiku. Tidak lain dia adalah pasien yang baru saja aku operasi kakinya satu jam yang lalu. Tadi aku tidak sempat melihat siapa yang dioperasi karena tertutup kain pembatas dipunggungnya. Sebab operasi bagian kaki dan pasien masih sadar karena hanya dibius bagian punggung sampai bawahnya saja, “Ivan ?” tanyaku tidak percaya. “Iya ini aku” balasnya dengan tersenyum. 30 menit berlalu dan ruangan hening seperti tidak ada penghuni. “Aku gak tahu harus mulai bicara dari mana Ya” tiba-tiba Ivan berbicara dan menatapku dengan pandangan dalam seperti dulu yang telah lama aku rindukan. “Kenapa kamu waktu itu pergi dan hanya meninggalkan sebuah surat, menghilang dan sekarang datang lagi ?” tanyaku sambil menahan tangis.
Setelah hening yang kedua kalinya, akhirnya Ivan menjelaskan sebab dia menghilang dan sekarang datang lagi. “Iya, aku waktu itu dijodohkan. Kamu tahu apa yang aku alami, setelah hari sebelum kita wisuda dan aku harus mengambil sertifikat kelulusan. Aku merasa tidak ada gunanya karena belum sempat mengungkapkan perasaanku padamu. Sebenarnya aku langsung ingin melamarmu waktu itu” jelas Ivan. “Dan sekarang kamu udah nikah ?” tanyaku yang sangat sakit menahan perih dihati. “Gak, aku langsung mengambil studi spesialis jantung di New York. Aku mendapatkan beasiswa disana, sengaja aku menghapus semua kontak dengan orang yang kukenal termasuk orang tuaku. Dua tahun aku disana, hidupku terasa gak jelas. Untung saja aku bisa menyelesaikan studi dan kembali lagi. Namun aku tidak tinggal disini, karena aku masih tidak ingin bertemu orang tuaku. Waktu aku datang, aku langsung kerumahmu namun aku hanya sampai dipintu gerbang dan mengurungkan niat untuk menemuimu karena aku takut kamu sudah ada kekasih. Selama aku tinggal di Bandung, tiap hari bahkan disaat waktu luangku, aku selalu melihat akun-akunmu. Aku hanya bisa melihat foto dan info sedikit tentangmu karena aku tidak ada keberanian add salah satu dari akun-akunmu. Namun setelah mendengar penjelasan Dera diruang operasi, aku memberanikan diri untuk menemuimu. Bisa kita keluar sebentar ?” jelasnya panjang lebar.
Akhirnya aku mendorong kursi rodanya dan kami berjalan keluar. Aku tidak tahu harus bagaimana, yang kurasakan hampa dan hampir tidak ada cahaya yang terlihat oleh pandanganku. Dengan naluri serta pikiran entah kemana yang menuntunku berjalan hingga akhirnya kami tiba tepat ditaman dan tidak ada seorangpun disini, hanya ada aku dan Ivan. Tiba-tiba ada mama, papa, kakak, Dera, orang tua Ivan, dan adiknya Lia. Mereka mengejutkanku, dan mama Ivan mengantarkan cincin kepada Ivan. Dengan nafas tersumbat Ivan mengeluarkan suara “Ya, kamu mau jadi istriku ?” sambil memegang tanganku. Aku tidak bisa berkata apa-apa, sepertinya bibirku terkunci gembok yang sangat kuat. Hanya anggukkan yang bisa aku berikan pertanda aku menerima lamarannya. Malam terasa begitu hangat diterangi bulan yang menjelma begitu cantik ditambah cercahan cahaya bintang yang melengkapi indahnya langit malam ini. Rasanya aku seperti melayang kelangit yang sangat tinggi dan yang kulihat hanya bunga-bunga begitu indah dengan aroma yang menyejukkan jiwa, aku rasanya ingin berteriak sekeras mungkin namun entah kenapa seolah suaraku enggan membiarkan dirinya keluar dari mulutku dan aku hanya bisa tersenyum lebar sambil memandang keindahan dihadapanku yang tidak pernah terlintas dipikiranku seumur hidup ini. Bahkan semua khayalan indah yang sempat menjadi begitu menyeramkan sebelumnya terbayar dengan hanya beberapa detik yang telah kulalui saat ini.
The End :D,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar