Senin, 10 September 2012

Di Ujung Lelah Cintaku


Aku terdampar kedinginan di gurun saat musim salju memenuhi permukaan pasir yang tadinya terasa begitu panas. Ketika hendak meneruskan perjalanan, kakiku enggan melangkah karena tujuanku tertutupi hamparan salju putih yang harus aku lalui dengan keadaanku saat ini. Namun jika aku kembali, aku juga akan mengutuk diri sendiri karena begitu mudah mengalah terhadap keadaan dan terkaan yang keluar saat pikiranku tidak berfungsi dengan baik seperti ini. Ahhh, rasanya seluruh kabut hitam menyelimutiku saat ini, dan aku benar-benar ingin berjalan hingga kutemukan hujan meski dalam kedinginan. Agar aku bisa menangis dan berteriak sesuka hati dan tidak ada satupun yang tahu, hanya aku dan Tuhan yang mengerti keadaan ini dan aku berharap Tuhan memberikan petunjuk serta keadaan baik yang aku impikan. Kuterawang dengan hati kecilku saat berbicara dengan Tuhan, Tuhan sedang memberiku cobaan karena wujud sayang-Nya padaku dan akan memberikan sesuatu yang lebih indah dari impianku saat ini, sangat jelas pikiranku sekarang tidak mampu menggambarkan sebaik apa yang akan terjadi karena terhalang oleh selembar kain yang bisa begitu mudah terbuai atau sebaliknya.


Saat kuberanikan kakiku untuk melangkah meski pelan dan terasa berat hingga akhirnya aku sampai disuatu tempat. Disini aku selalu memandang langit dengan tenang saat aku merasa seperti ini dan ingin sendiri. Tapi kali ini, yang jauh disana semuanya hitam dan hanya ada satu cahaya yang sudah lama aku dambakan. Yah cahaya itu, cahaya yang selalu bisa membuatku pikiranku seperti benang yang lurus kembali meski sebelumnya sangat kusut, seperti air yang jernih bak semula walau sebelumnya sudah tercampur tinta hitam  yang sangat pekat, dan seperti udara segar saat pagi tiba ketika sang malam sudah menyelesaikan tugasnya menetralkan debu dengan embun jernih yang dingin. Dan aku terhentak, tadi aku merasa berada digurun ternyata itu hanya kiasan pikiranku saja. Namun aku bersyukur, karena beban yang begitu berat membuat imajinasiku sampai hingga kegurun dan merasakan dinginnya gurun saat musim salju. Bulan malam ini begitu sempurna, sesempurna masalahku dan seputih hatiku. Mungkin karena terlalu putih sehingga banyak mereka yang merasa iri dan terkadang tidak menginginkan kehadiranku.

Malam semakin larut dan aku sibuk mencari kesimpulan perdebatan dalam diamku ini. Hingga kuputuskan mengakhiri karena anggotanya ada yang tidak mampu lagi melanjutkan topik ini. Secara paksa walaupun sedikit menebak jawaban dan berani mengambil kesimpulan bahwa sebesar apapun masalah yang aku hadapi saat ini aku harus tampil dan bersandiwara bahwa aku tidak mengalami apa-apa. Semua itu kulakukan bukan karena aku seorang aktor yang hebat hanya saja aku tidak ingin membiarkan orang yang bearti dalam hidupku merasakan apa yang aku alami ketika aku merasa tidak kuat seperti ini. Aku hanya ingin dikenal sebagai gadis yang selalu ceria meski tidak bisa dipungkiri dibalik semua itu kadang terselip tetesan yang jatuh tanpa mampu aku tahan lagi. Agar semuanya terasa sempurna aku putuskan untuk tidur karena dari tadi mataku terasa berat.

Pagi ini aku terbangun dengan senyum dan merasa seperti bayi yang terlahir kembali. Kubuka lembaran kertas putih yang baru dan kututup cerita sebelumnya tadi malam. Dan itulah aku, yang begitu mudah sedih ataupun bahagia. Sebesar apapun masalah yang aku alami bisa saja lenyap seketika dan muncul lagi setelah lama tidak berpelukan dengannya. Mungkin istilah kasarnya ini yang dikatakan labil dan aku tidak mau tahu itu. Yang aku tahu, bagaimana aku harus menghadapinya dengan terus memberikan senyuman terindah yang aku miliki.

Setelah makan sepotong roti dan minum segelas susu tanpa banyak bicara dengan mama dan papa, aku langsung berangkat kekantor dengan mobil kesayanganku yang seperti suamiku saja, setia setiap saat dan menemaniku kemana aku pergi. Sampai dikantor, seperti biasa kutebarkan senyumku untuk kehangatan dan keharmonisan disini karena walaupun kantor ini punya papaku aku harus tetap rendah hati kepada setiap pekerja disini. Aku ingin menjadi sosok tegas namun berhati lembut seperti papa dan berjiwa besar seperti mama yang selalu meluangkan waktunya menjadi seorang ibu buatku dan istri bagi papa disela kesibukannya yang menjabat sebagai direktur bank terkemuka di negeri ini.

Lagi asyik dengan santapan laporan seperti biasa, tiba-tiba handphoneku berdering. Kubuka dan sms dari dia, dia yang begitu aku cinta, dia yang selalu memberikan arti dari cinta setiap kali aku pandangi matanya, dia yang mencintaiku dengan cara sempurna, dan dia yang mengerti akan semua yang ada pada diriku, dan dia ... dia ... namun akhirnya dia juga yang membiarkanku tenggelam dalam lautan keruh terdalam di samudra, dia juga mengajarkan aku bagaimana cara membenci orang yang sangat bearti sebelumnya dalam hidupku, dan dia adalah orang berhasil membuatku menjadi seperti ini. Aku memang terlalu bodoh, bukan karena ketulusan hati mencintainya. Aku bodoh karena aku tidak mampu melihat siapa dia sebenarnya, dia yang bagaikan monster bertopengkan wajah malaikat, bagaikan peri yang memakai baju hitam, dan laksana embun yang membawa udara menyegarkan jiwa namun meninggalkan zat yang tidak baik untuk paru manusia.

Bagaimana bisa aku bersikap seperti tidak terjadi apa-apa ketika orang yang aku cinta dan sepertinya dia juga tidak bisa hidup tanpaku namun akhirnya mengkhianatiku. Lebih parahnya lagi seorang perempuan yang begitu dekat denganku yang menjadi pasangannya untuk memainkan adegan percintaan dibelakang seorang sahabat. Mungkin masih bisa aku maafkan jika mereka datang padaku dan menjelaskan semua cerita yang aku simpulkan. Dan semuanya seperti menyalahkanku ketika aku memutuskan tali pertunanganku dengannya, andai saja aku mampu menceritakan sedikit deskripsi yang aku lihat saat malam itu. Saat aku menyaksikan sendiri bagaimana gairah mereka mengumbar nafsu di atas ranjang itu, ranjang tempat aku dan orang yang aku anggap sahabat bercanda ria dan mengisahkan pengalaman kami, serta ranjang itu juga yang digunakannya untuk mengambil sesosok lelaki yang telah lama bersamaku.

Dengan menahan emosi, perlahan kubuka dan kubaca smsnya. Aku minta maaf atas kejadian malam itu, dan aku mohon kembali padaku. Jika tidak aku terpaksa menikah dengan Ria. Hampir saja aku melemparkan handphoneku, ya Allah dia itu manusia atau bukan. Bagaimana mungkin dia bisa meminta sekaligus mengancamku lewat sebuah pesan. Tanpa banyak pikir, kubalas smsnya Seorang penghianat hanya pantas dengan seorang pencuri, dan jangan datang kembali dalam hidupku”. Belum sempat aku melepaskan handphone dari tanganku, balasannya datang secepat kilat. “Ok, aku harap kamu tidak akan menyesal dengan perkataanmu padaku”. Menarik nafas perlahan dan kukirim balasanku Aku tidak akan menyesal, aku hanya bersyukur bahwa Allah masih menyayangiku dan menunjukkan siapa sebenarnya kamu, dan terima kasih untuk semunya. Tiba-tiba didepanku terlihat pijaran api yang sangat banyak dan setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi.

*** Satu tahun kemudian ***

Di Restoran ini, mengingatkanku saat-saat aku masih bersamanya. Dan sekarang aku masih duduk sendiri, sulit bagiku melupakan kenangan indah sosok lelaki itu. Aku tersentak ketika ada yang menegurku, sempat heran dan bertanya dalam hati. Siapa dia, jelas aku tidak mengenal orang ini tapi kenapa dia menyapaku. “Maaf mbak, mbak salah tempat duduk” tegurnya dengan senyum dan tanpa banyak bicara aku langsung pindah. Kulihat dari tempat dudukku, lelaki tadi yang menegurku kenapa tidak mencari tempat lain saja dan mengatakan tempat dudukku salah tapi kalau dilihat-lihat orangnya lumayan cakep (efek jomblo). Tanpa mau memikirkan hal yang tidak berguna seperti itu, mending aku makan saja pesananku yang sudah datang. Dan ini pertama kalinya aku menyantap makanan dengan lahap semenjak kejadian itu. Hatiku tersenyum, sebodoh itu aku dan mengingatkan diri sendiri bahwa aku terlalu lemah. Tapi untungnya aku bisa bangkit dan tersenyum kembali meski saat ini tidak ada seorang kekasih. Dengan umurku yang masih 23 tahun, belum bisa dibilang perawan tua. Dan orang tuaku tidak mendesakku lagi ketika terakhir kali aku pingsan, mungkin mereka baca sms pada saa itu.
Kini hari-hari kulalui dengan keceriaan yang lebih dari dulu, karena meskipun aku kehilangan orang yang pernah bearti tapi kini kepercayaan orang disekililingku telah datang kembali. Tujuanku saat ini hanya ingin meneruskan dan membesarkan semua perusahaan papa karena pada akhirnya semua itu pasti akan menjadi milikku. Menjadi anak tunggal memang ada enak dan tidak enaknya, namun semua itu harus aku jalani dengan berhati mulia.

Setelah seminggu cukup sibuk dengan urusan perusahaan, sengaja kuluangkan waktu untuk menikmati makanan di restoran favoritku. Mau ajak sekretaris pribadi yang kini juga telah menjadi sahabatku setelah sekian lama tidak ada orang yang aku percayai dan kuanggap sebagai sahabat, namun tidak kesampaian karena dia telah dijemput tunangannya. Akhirnya seperti hari lainnya, pergi sendiri dengan wajah ceria. Dan seperti biasanya disini aku dijamu dengan hangat karena sebagian karyawannya sudah mengenalku. Pandanganku tertuju dipojok kanan restoran yang dulunya tempat aku dan dia namun sekarang meja itu diduduki oleh orang lain.

Ketika memundurkan mobil kebelakang tiba-tiba terdengar suara yang lumayan keras dan suara itu berasal dari belakang mobilku, tanpa banyak pikir aku langsung keluar dan memeriksa kebelakang dan dugaanku tepat memang ada yang menabrak mobilku dari belakang. Mobil kesayangan jadi lecet membuatku begitu ingin marah kepada pelakunya sehingga keluar kata yang tanpa bisa kutahan lagi dengan pandangan terseram yang bisa aku keluarkan tanpa mau tau siapa lelaki didepanku “Hey kamu, gak lihat apa didepan ada mobil kenapa terus maju ha ?”, dengan wajah senyum dia menjawab “Maaf mbak, saya ngak sengaja. Yuk kita kebengkel sekarang dan nanti saya yang bayar biayanya”. Huh, orang ini, kenapa dengan gampang seperti itu minta maaf pikirku dalam hati. Namun, aku bisa sedikit meredam kemarahanku karena dia mau bertanggung jawab tapi tiba-tiba saja keluar pertanyaan dikepalaku “Lah, terus bagaimana aku bawa mobilku kebengkel sedangkan mobilku rusak kayak gitu. Walaupun masih bisa jalan tapi aku ogah nyetirnya”. Dengan pandangan yang langsung menuju kebola mataku, dia menjawab dengan lembut “Maaf atas ketidaknyamanannya ya mbak, saya dan mbak naik taxi saja dan yang membawa mobil kita karyawan restoran ini”. “Memangnya kamu bisa aku percaya ?” tukasku masih dengan wajah tidak sedikitpun memberikan senyum. “InsyaAllah bisa dan ini kartu nama saya, bisa mbak simpan” jawabnya sambil memberikan kartu namanya. Dengan tidak melihat isi kartu nama tersebut langsung aku ambil kartu nama itu dan kumasukkan kedalam tas. “Tapi saya ada meeting jam satu, saya gak bisa kebengkel. Bisa saya titipkan moblinya ?” tanya dan pintaku dengan suara sedikit melembut. “Ok” jawabnya singkat. “Oh ya, minta nomor handphonenya ya biar nanti saya bisa menghubungi setelah mobilnya selesai di servis” tanyanya sambil mengeluarkan handphonenya. Aku terperanjak beberapa saat ketika melihat handphonenya yang sama persis denganku padahal setahuku handphone ini hadiah ulang tahunku saat 23 kemarin dari papa dan papa juga sempat bilang kalau handphone ini hanya ada dua serta yang satunya papa beli dan berikan kepada teman dekatnya. Kenapa ada pada lelaki ini, tanyaku dalam hati.

Hari berikutnya, tepat jam istirahat siang handphoneku berdering dan dari nomor yang tidak kukenal. Hampir saja tidak kujawab namun terlintas dipikiranku mungkin ini dari lelaki kemarin yang menabrak mobilku. Segera kuangkat dan kutanyakan keadaan mobilku. Sesuai perjanjian, dia mengembalikan mobilku namun dia minta aku sendiri mengambilnya ke restoran kemarin dan karena aku kangen banget dengan mobilku akhirnya tanpa pikir panjang aku langsung menuju kesana. Ketika datang, aku tidak melihat mobilku di parkiran dan tiba-tiba datang seorang pelayan yang langsung menyuruhku masuk. Ditempat yang kupandang kemarin telah ada lelaki yang menabrak mobilku. Saat hendak duduk dia langsung berdiri dan mengambilkan kursi untukku, dan tanpa banyak bicara aku langsung duduk. Namun dalam hati aku berfikir, baik juga nie cowok.

Dengan wajah heran aku bertanya, “Anda mau ngajak makan siang atau mau mengembalikan mobil saya ? kenapa ada makanan segala disini ?”. Tersenyum “Makan dulu, aku lapar. Oh ya, jangan resmi gitu ngomongnya. Palingan aku lebih tua satu tahu dari kamu dan panggil saja aku Willy” jawabnya yang langsung menyamar makanan kayak orang kelaparan yang tidak makan 10 tahun saja. “Kamu tahu ..... “ dan belum sempat aku menyelesaikan kalimatku dia nyuapin aku dengan sepotong sosis “Makan aja, kamu laparkan ? “. Huuh orang ini, kalau saja aku gak suka sosis udah aku muntahin makanan ini ke dia kutukku dalam hati. Dengan wajah manyun akhirnya aku makan sambil diam. “Kamu kalau kayak gitu cantik” godanya kayak udah kenal lama ma aku. Tidak aku hiraukan perkataannya dan cepat-cepat menghabiskan makanan dihadapanku. Terselip pertanyaan dikepala, darimana orang ini tahu aku suka dan sering makan makanan ini namun segera aku buang jauh-jauh pertanyaaan gak penting itu karena tujuan aku kesini untuk mengambil mobilku.

Usai makan aku bertanya lagi, “Gimana mobilku ?”. Sambil makan dia malah bertanya “Nama kamu siapa sih ?”. Menahan emosi dan tetap saja aku menjawab “Mobilku dulu baru namaku”. Dengan wajah dinginnya sekarang dia menjawab “Kalau gak kasih nama kamu, dikontakku tetap aku tulis unyu-unyu”. Benar-benar langsung darah tinggi aku mendengarnya dan dengan ketus aku menjawab “Terserah kamu, yang penting nanti hapus nomorku setelah mobilku kamu kembaliin. Jika kamu tidak mau menghapus aku akan ganti nomor”. Dan sekarang dengan memasang wajah polos dia memandangku seraya berkata “Kalau dilihat dari sikapmu, gak kelihatan galaknya tapi kenapa berbeda ya ?” sambil tertawa kecil. Narik nafas dalam-dalam, ya Allah kenapa engkau ciptakan manusia sotoy, sok kenal dan sok akrab yang lebih parahnya gak tahu malu, serta lebih buruknya lagi gak sopaaaaaaaaaaaaaaaaan teriakku dalam hati. Senyum “Terserah kamu mau mikir apa, yang penting mobilku kembali seperti sedia kala”. Dan kini baru menampakkan wajah seriusnya “Iya, pasti aku kembaliin seperti sedia kala dan kalau perlu lebih bagus dari itu” jawabnya dengan suara pelan yang seperti memanjakanku saja. “Heh, jangan ubah sedikitpun mobil itu. Cukup kembalikan seperti semula” jawabku sudah tidak bisa menahan emosi. “Baik tuan purti” jawabnya dengan senyum.

Mendekatkan kursi kesebelahku, “Mobilnya belum kelar. Orang bengkel bilang sekitar satu minggu baru kelar”. Benar-benar ingin menumpahkan air digelasku ke wajahnya, jika saja aku tidak berpakaian sedikit formal hari ini mungkin itu sudah terjadi. “Untuk itu, aku minta maaf dan selama seminggu ini aku akan menjadi sopirmu serta disetiap kita makan aku yang bayarin” sambungnya lagi. “Haaa, kita ?” tanyaku dengan ketus. “Yup” balasnya singkat. Karena tidak ada waktu lagi sedangkan jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 12.45 dan sebentar lagi aku harus meeting akhirnya aku mengalah dan nurut saja ketika dia yang mengantarku kekantor. Sepanjang perjalanan aku diam dan tidak menghiraukan ocehannya.

Seminggu berlalu dan sebentar lagi aku akan merdeka karena mobilku sudah mau kembali. Sesuai perjanjian akhirnya mobilku kembali ketanganku. Sejak saat itu, aku tidak pernah diganggu lelaki gila kayak dia. Namun yang membuatku benci pada diri sendiri kenapa kini aku merasa kesepian dan sedikit kangen pada lelaki itu. Tapi tetap saja aku tidak menghubunginya karena rasa gengsiku yang terlalu besar. Dalam sebulan tiap hari aku makan di restoran seperti biasa berharap dapat melihatnya ditempat duduk itu namun dia menghilang begitu saja tanpa jejak. Kini aku menyalahkan diri sendiri kenapa waktu itu aku begitu jutek padanya. Lelaki mana yang tahan dengan wanita seperti itu padahal jelas ini sangat bertolak belakang dengan sifatku sehari-hari. Dan kenapa lagi jika bersamanya aku menjadi orang super jutek.

Malam ini, aku singgah ditaman seperti biasa memandang bulan. Hampir jam 11 aku datang kerumah dan membuatku sedikit takut ada orang didepan rumahku dengan jaket hitam dan motor ninja yang tidak kukenal. Tanpa menoleh kearahnya mobilku terus melaju kedalam garasi namun belum sempat pintu pagar kututup dia telah berdiri ditempat untuk mengunci pagar dan menyulitkanku untuk mengunci pagar. Aku terperanjak ketika dia membuka kaca helmnya, dan tidak bisa berkata apa-apa ketika melihat wajah itu. Tanpa bisa memberontak seperti biasa aku langsung jatuh kepelukannya. “Aku rindu kamu” bisiknya pelan yang membuatku tersenyum. “Ohya, hingga saat ini aku belum tahu siapa nama kamu ?” sambungnya sambil bertanya. “Namaku Yaya” jawabku singkat.

Semenjak saat itu, hariku semakin ceria. Kini kesepianku sudah benar-benar hilang dan masa laluku pergi bagaikan habis terbakar api. Lama semakin lama cinta kami semakin dalam. Namun ketika dia hendak melamarku, tiba-tiba papa menjodohkanku. Aku benar-benar merasa ingin mati waktu itu, selama ini aku tidak pernah membantah orang tuaku tapi kali ini aku tidak tahu harus berbuat apa.

Hari ini, tepat ulang tahunku yang ke 24 dan hari ini merupakan pertemuan keluargaku dan calon suami yang dijodohkan oleh orang tuaku. Dan hari ini pertama kalinya aku menjadi anak durhaka, pukul 00.05 a.m aku keluar rumah dan pergi bersama Willy. Kami memutuskan untuk kawin lari. Beberapa jam di atas motor akhirnya aku dan Willy sampai di sebuah rumah yang mungil. Desain dalamnya begitu indah, “Rumah siapa ini dan siapa ya arsiteknya “ tanyaku pada Willy. “Rumahku, dan arsiteknya calon suamimu ini” jawabnya dengan senyum sambil mengantarkan seduhan teh hangat. Selama ini yang aku tahu, kalau Willy anak pemilik restoran  itu. Dan oleh sebab itu dia begitu banyak tahu makanan yang aku suka karena dia sendiri direkturnya. Namun ternyata dia juga seorang arsitek. Dulu yang membuatku sangat tertarik pada mantan tunanganku karena dia arsitek namun keinginanku untuk menjadi istri seorang arsitek telah aku kubur semenjak aku memutuskan tali pertunanganku dengannya. Tapi sekarang aku sangat bahagia, aku akan menikah dengan seorang arsitek. Meskipun pernikahan kami tidak mendapat restu dari orang tua, aku tidak merasa bersalah sedikitpun.

Sebulan aku tinggal bersama Willy dirumah mungil ini dan tiap harinya aku dan dia hanya menikmati waktu dengan bersenang-senang ditengah alam yang begitu damai ini. Niat untuk menikah kami urungkan lagi karena kami sama-sama merasa berat hati tidak mendapat persetujuan dari orang tua, itu sebabnya kami memutuskan untuk tinggal disini selama sebulan. Untungnya disini ada dua kamar, dan aku bisa merasa aman bersamanya. Meskipun kami saling mencintai tapi tidak pernah terlintas sedikitpun untuk bersama sekamar. Selama sebulan ini, aku bisa makan dan memasak bersamanya tiap hari, merasakan sholat bersamanya, tiap malam dibangunkannya untuk tahajud bersama dan banyak lagi kebahagiaan kami disini yang membuatku enggan beranjak dari tempat ini.

Seperti hari lainnya, kubangunkan dia untuk sarapan bersama. Dengan wajah manjanya, dia bangun dan langsung menuju meja makan. “Hari ini sarapan apa sayang ?” tanyanya. “Sarapan omelet aja ya, persediaan makanan kita mau habis nih” jawabku. “Gak  makan juga gak apa-apa, yang penting aku bersamamu selalu” sambungnya dan tersenyum padaku. “Gombal kamu” jawabku sambil menjulurkan lidah. “Jika aku raja gombal, maka kamu orang satu-satunya yang tahu aku rajanya” jawabnya dengan senyuman hangat padaku. “Iya iya, dan jika kamu rajanya. Bearti aku permaisuri raja bohongan” godaku. “Aku rela berbohong demi kamu, tapi aku tidak mampu untuk berbohong tentang perasaanku padamu” gombalnya lagi. “Andai aja ada cloningan kamu, aku simpan satu untuk jaga-jaga jika kamu menghianatiku” candaku padanya.”Gak perlu ada cloningan aku. Karena aku tidak akan pernah sanggup menghianati perempuan sesempurna kamu. Namun, aku menyiapkan reinkarnasiku agar aku bisa terus hidup bersamamu jika ragaku yang ini dipanggil lebih dulu daripadamu” jawabnya serius. “Udah akh, yuk makan” balasku. Tidak sanggup aku memikirkan apa yang terjadi jika dia benar-benar dipanggil lebih dulu daripadaku.

Usai makan, kami memutuskan untuk kembali. Apapun yang terjadi kami berjanji akan bersama dan dia juga berniat secara langsung melamarku kepada orang tuaku. Ditengah perjalanan, aku dan Willy mendapat musibah. Kami tabrakan dengan motor dipersimpangan tiga, aku hanya luka biasa sedangkan Willy pingsan dan harus dibawa kerumah sakit. Kumenangis sambil duduk disebelah ranjang yang kini Willy terdiam kaku di atasnya.

 Beberapa jam kemudian orang tua Willy datang dan langsung minta penjelasannya padaku. Untung saja mereka tidak marah dan memaafkan kelakuan kami berdua. Selang waktu satu jam, ada yang datang dan orang tua Willy keluar untuk menemui mereka. Mungkin mereka temannya Willy pikirku dalam hati dan aku terus memandang Willy yang terbujur kaku dihadapanku. Kudengar suara mama yang menenangkan mamanya Willy, yang membuatku sangat heran. Padahal aku tidak memberitahukan kepada mereka bahwa aku disini. Ingin sembunyi namun ada orang tua Willy didepan. Tiba-tiba mamaku kaget ketika melihat kedalam dan melihatku yang duduk disamping Willy. Aku tidak dapat berkata apa-apa, hanya diam yang bisa aku lakukan. Perasaan takut dan bersalah yang memenuhi otakku saat itu.

Sambil terseyum mama masuk dan memelukku. “Maafin aku Ma” hanya kalimat itu yang mampu aku ucapkan. Pelukan mama semakin erat yang membuatku merasa sedikit tenang. “Kita tidak perlu mempertemukan mereka, ternyata mereka sudah saling kenal ya Pak” kalimat papa yang membuatku kaget. “Iya pak” jawab papanya Willy. Setelah menenangkanku, akhirnya mama menjelaskan semuanya. Ternyata lelaki yang mau dijodohkan kepadaku dan membuatku kabur bersama Willy adalah Willy sendiri. Kenapa waktu itu aku begitu bodoh dan tidak mau bertemu dengannya. Sedangkan Willy sendiri tidak pernah bercerita bahwa dia dijodohkan tapi dia langsung mengajakku kawin lari. Mungkin dia tidak mau aku terluka mendengar dia dijodohkan juga. Terjawab sudah kenapa handphoneku bisa sama dengan Willy dan ternyata teman yang papa maksud adalah papanya Willy. Yah, bearti papanya Willy yang memberikan kepadanya.

Seminggu kemudian, akhirnya kondisi kesehatan Willy mulai membaik. Waktu terasa begitu cepat dan kini telah sebulan. Willy sembuh total dan dijinkan pulang. Tidak mau berlama-lama lagi, kami menyiapkan pesta pernikahan kami. Semuanya berjalan dengan lancar. Untuk bulan madu kami putuskan pergi ke Pulau Jeju di Korea. Akhirnya hidupku terasa begitu sempurna karena kini telah melangkah bersama menyongsong masa depan yang cerah dengan lelaki yang benar-benar mencintaiku dengan hati yang tulus.
The End.

Penulis : Diyah Deviyanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar