Sabtu, 29 Oktober 2011

Kalimat Dalam Puisinya

Penulis : Diyah Deviyanti



Pagi ini kuterbangun tanpa seseorang yang begitu lucu, manja, periang, baik, dan sangat kusayang disampingku. Semua ini berawal ketika waktu itu dia harus pergi untuk selama-lamanya meninggalkan aku dan keluargaku. Kini, pagiku terasa sepi tanpa canda dan tawanya, pagiku terasa membosankan tanpa tingkahnya yang begitu manja, hanya bonekanya yang bisa kupandang tanpa berbicara ketika aku bangun, tanpa mencium pipiku dengan manja ketika kumemegangnya.
Hidupku dan keluargaku sangat bahagia ketika dia masih bersama kami, ketika dia selalu mengisi hari-hari dengan semua sifatnya yang membuat kami rindu ketika sehari saja tidak melihatnya.

Pagi yang begitu cerah, aktifitas dalam rumah ini seperti biasa. Mama sibuk menyiapkan sarapan untuk ketiga orang yang sangat disayanginya, sedangkan Papa sibuk mempersiapkan diri untuk pergi kekantor tapi masih saja sering minta bantuan mama, nah kalau aku siap-siap untuk pergi kekantorku, dan satu lagi adikku yang paling bawel sok sibuk atau apa ya karena ujung-ujungnya minta bantuan aku untuk semua aktifitasnya. Hari ini, hari pertamanya masuk perguruan tinggi jadi sebelum papa dan aku pergi kekantor, kami harus mengantarkan dia dulu kekampusnya.
Setelah duduk 30 menit dan mendengarkan semua cerita si bawel, akhirnya kami sampai kekampusnya. Dengan senangnya dia turun sambil melihat kedalam mobil dan berkata “ Mama, Papa, Kakak mulai saat ini jangan panggil aku si bawel lagi. Aku udah kuliah nie, panggil kayak dulu ya, Ok ?” dengan tingkah manjanya meninggalkan mobil tapi beberepa saat kemudian dia berbalik ketika papa hampir menginjakkan gas mobil dan berteriak “papa tunggu”, “apa sih dek ?” tanyaku. “Huuuh, jangan karena aku udah kuliah kalian lupa cium keningku” jawabnya dengan manja. Dengan cepat mama keluar mobil “sini sayang” dan mencium pipinya kemudian aku dan papa. Setelah itu, sambil tersenyum papa berkata “ya sudah, kuliah yang benar ya dek” dan kamipun pergi. Masih teringat jelas dikepalaku ketika kami mengantarkannya untuk pertama kali dia kuliah di Universitas dan jurusan yang selama ini dia inginkan serta merupakan cita-citanya sejak kecil.
Pernah suatu ketika aku sangat lelah dengan urusanku dikantor, dan seperti biasa si bawel dengan tingkah manjanya menggodaku seperti biasa yang pada akhirnya aku bisa melupakan masalahku tapi ketika itu semuanya berbalik, aku malah marahin dia. Kelihatan jelas dia sangat kecewa dan aku gugup harus bagaimana hingga dia tertidur tanpa memelukku. Saat itu aku baru sadar, betapa pentingnya candanya untukku dan keluargaku. Kupeluk dia erat-erat hingga akupun tertidur dengan terus memeluknya.
Ketika mentari telah menampakkan wajahnya, aku terbangun dan adikku telah siap untuk pergi kekampus, pertama kalinya dia bangun tanpa kubangunkan, bersiap sendiri tanpa bantuanku, dan gerak-geriknya seperti masih takut kepadaku karena kejadian tadi malam. Kupanggilnya dan dia hanya memberikan senyumnya kepadaku, langsung dengan cepat kuberlari memeluknya dan minta maaf. “Adik, maafin kakak tadi malam, kakak tidak bermaksud untuk marah sayang” dan dengan gugup dia menjawab sambil terus erat memelukku “iya gak apa-apa kak, hanya saja adik takut itu terulang lagi” sambil menangis. Kucium keningnya dengan lembut dan menghapus air matanya.
Kini, semua cerita tentang kebersamaan kami dengannya hanya bisa kuingat dalam ingatanku. Semua ini berakhir ketika kami harus kehilangannnya karena penyakit yang selama ini dia rahasiakan dari kami keluarganya. Teringat jelas detik-detik terakhir kumemandangnya hingga terakhir kali kumelihat hembusan nafas terakhirnya diruang kamar rumah sakit yang beberapa minggu menjadi kamar adikku karena penyakitnya. Kanker otak yang telah lama dideritanya tanpa sepengetahuan kami akhirnya memperlihatkan kemenangannya dengan merenggut nyawa adikku. Ketika itu dia sempat berkata seolah berbisik karena hanya sebesar itu suara yang sanggup dia keluarkan. Sambil memegang erat tanganku dan mama dia berkata “Mama, papa, kakak, adik minta maaf kalau selama ini selalu menyusahkan kalian, membuat kalian marah, kalian sangat berarti untukku, ada puisi untuk kalian yang adik tulis dalam buku diary dikamar kita kak” tanpa membiarkan kami menjawab, nafas terakhirnya berhembus seraya dia selesai mengucapkan kalimat terakhirnya itu.
Setelah pulang pemakaman, dengan bergetar kubuka diary yang dikatakannya waktu dirumah sakit, sambil menangis kubaca dihadapan mama dan papa,
Aku gadis kecil yg berjalan dipadang masa..
Walau memiliki tujuan tapi tetap kurasakan hampa..
Langkah kakiku terus beranjak meski kutau aku tidak akan pernah bisa sampai ketempat itu..

Hingga saat ini aku masih bertahan karena kumiliki tiga berlian..
Kedua tanganku memegang erat tanpa menghiraukan betapa lelahnya aku saat ini..
Sungguh berharga berlian yang kumiliki tapi bukan karena nilainya..
Hanya saja kusadar orang lain tidak akan pernah memiliki berlian seperti yang kupunya..

Tapi....
Aku hanya gadis kecil yang tidak bisa merubah garis takdirku..
Sesuatu yang kusimpan rapat dalam relung jiwaku kini telah mulai menunjukkan dirinya..
Hingga datang suatu masa, tiga orang yang kuanggap berlian tau apa yang kurahasiakan selama ini..
Dimana pada saat itu aku telah tidak bisa mendengar detak jantungku, merasakan denyut nadiku, dan menghirup udara dengan nafasku..
Hanya satu kalimat terakhir yang kusisipkan dalam puisi ini..
"aku sayang kalian yang membuatku menjadi seorang gadis, mama, papa n kakak"
Dan selesai sudah kubaca puisi, setelah itu kurasakan gelap dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.
Selesai

2 komentar: